November 24, 2009

Jangan Ingkari Piagam Jakarta

Piagam Jakarta Hak Umat Islam

Tanggal 22 Juni 1945, merupakan saat yang sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia, karena saat itu atau 62 tahun yang lalu telah lahir Piagam Jakarta yang merupakan ruh dalam meletakkan landasan hukum pembangunan bangsa ini. Piagam Jakarta adalah naskah otentik Pembukaan UUD 45. Naskah tersebut disusun oleh Panitia Sembilan bentukan BPUPKI yang terdiri dari Ir Soekarno, Mohammad Hatta, AA Maramis, Abikusno Tjokrosujoso, Abdulkahar Muzakir, Haji Agus Salim, Achmad Subardjo, Wachid Hasjim, dan Muhammad Yamin. Dalam alinea keempat naskah itu tercatat kalimat: ".... kewadjiban mendjalankan

sjari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknja....’’

Pada 9 Juli 1945, Soekarno menyebut Piagam Jakarta sebagai gentlemen’s agreement antara kelompok nasionalis-sekuler dan nasionalis-Muslim. Tapi pada 18 Agustus 1945, tujuh kata vital tadi akhirnya didrop. Alasannya, umat Kristen di Indonesia Timur tidak akan turut serta dalam negara Republik Indonesia yang baru saja diproklamirkan bila tujuh kata itu tetap dicantumkan dalam Pembukaan UUD 45 sebagai Dasar Negara.

Mengomentari ultimatum itu, Dr M Natsir mengatakan,
“Menyambut hari Proklamasi 17 Agustus kita bertahmied. Menyambut hari besoknya, 18 Agustus, kita beristighfar. Insya Allah umat Islam tidak akan lupa.”

Upaya kekuatan Islam untuk merehabilitasi Piagam Jakarta pada Sidang Majelis Konstituante 1959 disabotase oleh Presiden Soekarno dengan menerbitkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Gagal lah usaha tersebut hingga sekarang.

Meskipun demikian, tokoh Masyumi Prof Kasman Singodimedjo dalam biografinya mengingatkan,
“Piagam Jakarta sebenarnya merupakan gentlemen’s agreement dari bangsa ini. Sayang, kalau generasi selanjutnya justru mengingkari sejarah.”

Memasuki era reformasi, UUD 45 memang mengalami amandemen. Hingga ini telah diamandemen sebanyak 4 kali, yakni pada tahun 1999 hingga yang terakhir tahun 2002.

Amandemen itu menimbulkan kontroversi. Ada yang menginginkan kembali ke UUD 45 yang asli (versi Dekrit). Sebagian lagi ingin mempertahankan UUD yang sudah diamandemen yaitu UUD 2002, dan ada yang menginginkan UUD yang sudah diamandemen ini diamandemen kembali untuk kelima kalinya. Untuk yang terakhir ini, sebagian mengusulkan amandemen terbatas, dan sebagian lagi amandemen overwhole atau keseluruhan. Tapi dalam kenyataannya jangankan merehabilitasi Piagam Jakarta, pembahasan amandemen UUD 45 malah sempat menggugat eksistensi Pasal 29 yang menegaskan landasan ketuhanan bangsa.

Makin liar

Amandemen berikutnya cenderung semakin liar. UUD Amandemen 2002 adalah kran awal dari intervensi asing dalam perundang-undangan. Secara umum modus operandi imperialisme lewat jalur UU dapat dikategorikan dalam beberapa cara (Al Wa'ie No70 Tahun VI, 1-30 Juni 2006).

Pertama, intervensi G2G (government to government), yakni pemerintah asing secara langsung menekan pemerintah suatu negara agar memasukkan suatu klausul atau agenda dalam perundangannya dan model G2G seperti ini. Contohnya pernyataan bahwa Indonesia sarang teroris, baik yang dilontarkan AS, Australia, maupun Singapura bertujuan untuk mendesak agar Indonesia menerapkan UU antiteroris yang lebih ketat.

Kedua, intervensi W2G (world to government), yakni lembaga internasional (seperti PBB, WTO, IMF) yang mengambil peran penekan. Contohnya agenda UU yang terkait globalisasi ekonomi dan liberalisasi perdagangan (UU perbankan, UU migas, UU tenaga listrik, UU sumber daya air).

Ketiga, intervensi B2G (bussines to government). Para pengusaha dan investor menekan pemerintah agar meluluskan berbagai kepentingan mereka dalam undang-undang. Contohnya agenda UU yang terkait dengan investasi, perpajakan, dan perburuhan.

Keempat, intervensi N2G (non government organization to government). Pihak non government organization ini dapat berupa orang asing atau lokal murni tapi disponsori asing. Mereka bisa mendatangi para penyusun UU (teror mental) hingga demo besar-besaran. Contoh pada UU tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga(UU KDART) dan penolakan RUU antipornogarfi dan pornoaksi.

Kelima, intervensi I2G (intellectual to government). Kaum intelektual, para ilmuwan, bahkan tokoh agama dapat dipakai untuk menekan pemerintah agar meloloskan suatu agenda dalam perundangannya. Jenis ini merupakan intervensi paling rapi dan paling sulit dideteksi. Contohnya terlihat pada agenda penyusunan UU Otonomi Daerah

LSM asing yang terlibat aktif dalam penyusunan UU adalah National Democration Institute (NDI) yang dalam operasionalnya didukung CETRO. Mereka mempunyai program constitutional reform. Ditengarai ada dana 4,4 miliar dolar AS dari Amerika Serikat (AS) untuk membiayai proyek tersebut. Bahkan NDI dan CETRO mendapat fasilitas di Badan Pekerja (BP) MPR hingga dengan mudah mengikuti rapat-rapat di MPR.

Sebagai konsekuensinya, undang-undang yang berada di bawah UUD 45 Amandemen itu pun bersifat liberal. Hasilnya, lahirlah UU Migas, UU Listrik (meski kemudian dibatalkan oleh MK), UU Sumber Daya Air (SDA), dan UU Kekerasan Dalam Rumah Tangga(UU KDRT).

Pakar minyak, Qurtubi dalam diskusi bertema 'UUD 1945 vs UUD 2002' di kantor Institute for Policy Studies Jakarta membenarkan masuknya paham liberalisme dalam UU Migas dan UU Sumber Daya Air. Belakangan juga disahkan UU Penanaman Modal yang memberikan karpet merah bagi kekuatan asing untuk menguasai 100 persen kekayaan Indonesia untuk kemudian melakukan repatriasi.

Dampaknya mulai terasa

Dampak nyata dari UU tersebut sudah terasa. Melalui UU Migas, Pertamina, yang notabene perusahaan milik rakyat, saat ini bukan lagi pemain tunggal. Pertamina harus bersaing dengan perusahaan minyak asing seperti Shell, Exxon Mobil, Mobil Oil, dan sebagainya. Dalam kasus pengelolaan ladang minyak Blok Cepu Jateng, Pertamina harus kalah melawan Exxon Mobil.

Semua ini adalah merupakan musibah nasional, karena elite politik dan para pemimpin bangsa ini telah kehilangan rasa kebangsaan dan religiusitas. Mereka terlalu mudah menggadaikan kepentingan bangsa untuk kepentingan kelompok dan golongan melalui pendekatan pragmatis. Rasa idealisme dan keagamaan telah tenggelam disapu oleh badai liberealisme, kapitalisme, dan hindonisme yang materialistis, sehingga tidak ada satu kekuatan pun di negeri ini yang akan mampu membendung gelombang korupsi dan manipulasi.

Piagam Jakarta seperti yang termaktub dalam Dekrit Presiden Soekarno 5 Juli 1959 , dengan keputusan Presiden No150 tahun 1959, sebagaimana ditempatkan dalam Lembaran Negara No75/1959 mengakui hak tersebut. Keputusan Presiden ini sah berlaku, dan tak dapat dibatalkan melainkan harus bertanya dahulu kepada rakyat lewat referendum (Ridwan Saidi, Piagam Jakarta ,Tinjauan Hukum dan Sejarah, 2007). (RioL)



1 Pengalaman = 1000 Teori

Demi Pena dan apa yang mereka tuliskan (Al-Qolam:1)
Berdasarkan ayat tersebut maka akan saya ceritakan tantang pengalaman saya ketika itu:
Ketika itu hari selasa 01 september 2009 pukul 07.30 aku mempersiapkan diri untuk berangkat ke kampus. setidaknya membutuhkan waktu kira-kita 30 menit lebih untuk sampai kampus dari asrama tempat saya tinggal,

berjalan kaki sekitar 600 meter kemudian naik angkot ditambah keadaan jalan yang pada saat itu sedang diperbaiki sehingga menimbulkan kemacetan. Namun akhirnya sampai juga dikampus pukul 08.15 WIB..
Hari itu kami Mahasiswa baru Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) akan melakukan kegiatan diluar yakni kunjungan ke harian Suara Merdeka ( Koran Jawa Tengah ), melakukan bakti sosial ke Panti Asuhan Rahmatan Lil’Alamin dan terakhir kunjungan ke Stasiun TVRI Jawa Tengah. Kami bertolak dari kampus sekitar pukul 09.00 waktu setempat dengan menggunakan 1 Bus yang disediakan oleh Universitas dan 1 mobil, kami didampingi oleh mahasiswa angkatan 2008, para dosen dan dekan.. semua berangkat. Yang pertamakali kami kunjungi adalah harian suara merdeka, disana kami bertemu dengan Bapak Mulyadi yang sering disapa mbah Mul. Beliau adalah Redaktur senior harian Suara Merdeka. Mbah Mul menceritakan bagaimana proses membuat Koran dari mulai reportase sampai percetakan kemudian didistribusikan. Dalam penjelasannya beliau mengatakan bahwa komunikasi adalah pilihan yang tepat karena komunikasi adalah jalur strategis untuk menyelesaikan segala persoalan, akan tetapi, beliau menambahkan, dalam setiap pilihan itu mengandung konsekuensi, komitmen, dan tanggung jawab. Oleh karena itu kita sebagai orang komunikasi harus senantiasa loyal dengan apa yang sedang kita kerjakan, yakni salah satunya di bidang media cetak. Beliau juga menambahkan bahwa terkait dengan pemberitaan, ada beberapa rambu yang perlu diperhatikan dalam penyajian berita, yakni rambu hokum, sosial dan etika yang itu harus ada korelasi satu sama lain. Dan ini sudah menjadi pegangan utama dalam melakukan reportase bagi seorang wartawan. Tambah bapak sri mulyadi yang biasa akrab dipanggil mbah mul..
Dan ini menjadi pengalaman pertama kami dan kami pun merasa sangat antusias karena inilah bidang yang nantinya akan kami geluti dimasa yang akan datang. Kamudian disamping itu kami juga melakukan dialog denga mbah mul, diantaranya adalah tenteng peran media yang sangat penting sehingga bisa mempengaruhi opini publik, Beliau menjelaskan bahwa media masa baik itu cetak maupun elektronik memang saat ini adalah faktor yang bisa mempengaruhi opini publik, sebuah contoh: kita bisa menilai baik/buruk seorang pejabat atau seorang tokoh yaitu dari media masa. Dan hal ini terkadang bisa dijadikan peluang bagi kelompok atau golongan tertentu. Setelah kami berdialog cukup lama dan kami juga sudah tidak tahan lagi dengan suhu ruangan yang terlalu dingin pada waktu itu. Kemudian kami keliling melihat-lihat secara langsung bagaimana proses pembuatan koran, karena ini koran harian untuk membuat Koran 1 edisi saja membutuhkan proses yang panjang dan juga harus akurat serta harus dikejar dateline, kami melihat bagaimana proses pengambilan berita dari luar negri/ internasional, proses layout, dan terakhir proses pencetakannya. Sungguh pengalaman yang luar biasa.
Akhirnya tanpa pamit dari situ kami bertolak menuju panti asuhan Rahmatan Lil’Alamin yang berada di Batusari-Demak untuk melakukan bakti sosial, tetapi karena sampai sana Waktunya bertepatan dengan denag sholat dzuhur kamipun memutuskan untuk sholat terlebih dahulu.setelah itu kami langsung menuju panti asuhan, karena bus tidak bisa langsung masuk menuju lokasi akhirnya kami pun untuk kami dengan mobil secara bergantian dipanti asuhan kami bertemu dengan pengasuh serta sebagian anak-anak yang sebenarnya masih banyak karena pada waktu itu sedang sekolah, sambil bersilaturrahmi kami juga memberikan bantuan berupa sembako, yang paling mengesankan dari pertemuan kali ini adalah ketika pimpinan panti asuhan memimpin doa, sampai air mata ini tidak bisa dibendung karena memaksa keluar seolah memberikan semangat untuk kami karena kami adalah generasi pejuang islam yang nantinya akan melanjutkan perjuangan para pendahulu kami..dalam doanya beliau mengatakan bahwa “ Ya Allah jadikanlah mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Unissula sebagai generasi khoiru ummah, generasi yang bisa menegakkan dien-Mu yang sekarang mulai sedikit demi-sedikit runtuh akibat serangan musuh-musuh islam, lewat ilmu-ilmu yang mereka miliki, yakni dalam bidang Ilmu Komunikasi semoga bisa memberikan yang terbaik untuk islam dan umat islam” sekali lagi air mata haru ini tak dapat dibendung. Dan inilah sebenarnya inti dari pada pengalaman kami pada hari itu. Karena disini kami menemukan pengalaman yang tidak bisa didapatkan dimanapun, darisini pula tertanam sebuah niat yang sangat mulia, yaitu ingin mendapatkan sebuah ilmu yang bermanfaat bagi Islam dan umat Islam...
Kunjungan ke TVRI Jawa Tengah
Disana kami disambut dengan baik, pertama kami dibawa ke studio untuk menerima penjelasan tentang seluk beluk TVRI dan dunia pertelevisian, 45 menit kami mendengarkan penjelasan dari seorang ibu muda –entah siapa namanya kami lupa menanyakan namanya– secara detail..
“TVRI jawa tengah berdiri pada tanggal 24 agustus 1962, dalam perjalanannya TVRI jateng telah beberapa kali berganti induk organisasi, yang ini salah satu faktor yang menghambat kemajuan TVRI jateng..sebagai contoh masalah keungan/dana: bayangkan saja dari banyaknya acara selama satu tahun setidaknya dalam 1 produksi acara stendarnya memerlukan tidak kurang dari 50juta, tetapi TVRI jateng Hanya menerima dana 700juta dari APBN yang ada setiap tahunnya.kurang lebih seperti itu penjelasan dari ibu itu. Setelah itu – seperti yang kami lakukan di kantor Suara merdeka – kami berkeliling melihat secara langsung proses produksi, penyiaran, pembuatan laporan dengan menggunakan video.dan masih banyak lagi. Setelah semuanya kami telusuri kami berpamitan terlebih dahulu untuk pulang, namun sebelumnya kami melaksanakan sholat ashar di mushola sekitar kantor TVRI jateng. Sekali lagi Sungguh pengalaman yang luar biasa kami jadi mengerti tentang dunia pertelevisian..semoga bisa bermanfaat.
Sampai kampus sekitar pukul 16.45 WIB. Kami langsung berkumpul di sebuah ruangan biasa kami berkumpul. Ada banyak pengalaman di hari itu, yang akan kami ingat betul sebagai motivasi kami agar tetap istiqomah belajar di kampus kasih saying Unissula khususnyadalam bidang Ilmu Komunikasi..


Oleh: M.Irsyam Faiz ( Mahasiswa FIKOM Unissula )
NB:
- Cerita ini adalah Fakta dan benar adanya tanpa rekayasa
- Karena hanya mengandalkan ingatan seorang anak manusia yang terbatas ini dan sedikit referensi, maka mohon maaf apabila ada nama tempat, tokoh ataupun alur kejadian yang kurang sesuai dengan pendapat anda.
- Kritik dan saran sangat saya harapkan, silahkan bisa melalui E-mail/Facebook: irsyam_data@yahoo.co.id atau HP: 085226777699

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More