March 3, 2010

Fenomena Ilmu Pengetahuan di era komunikasi global


“Jangan merasa lelah kawan teruslah berfikir, paksalah otak kita untuk berfikir,,tinggalkan kebiasaanmu yang selalu gampang menyerah,,itu hanya akan buang – buang waktu saja. Kurangi chatting, facebook, dan hal-hal yang membuat waktumu tidak menjadi produktif”.
Barangkali itulah perkataan salah seorang teman yang membuat diri ini merasa terinjeksi untuk kemudian merenungi perkataan tadi. Betapa banyak waktu yang terbuang selama ini. setidaknya itu adalah yang saya alami saat ini ketika hidup sebagai mahasiswa dan dituntut untuk kreatif dan berilmu, mungkin saya adalah salah satu dari ratusan mahasiswa yang terbawa oleh kemajuan teknologi, terlena oleh mudahnya berkomunikasi dengan teman-teman didunia maya, yang sebetulnya itu

hanya membuang-buang waktu saja. Chating dan facebook contohnya.
Kemajuan teknologi bagaikan pisau bermata dua, di satu sisi teknologi akan memberikan kemaslahatan bagi umat manusia ketika teknologi itu digunakan sesuai dengan fungsinya, dunia internet telah menyihir dunia yang begitu luas menjadi seperangkat alat yang bernama computer, yang dimana kita bisa memberi dan menerima infomasi ke dan dari seluruh dunia hanya dengan duduk didepan computer dengan biaya yang terjangkau. Disisi lain pula teknologi akan menjadi boomerang bagi manusia di dunia ketika digunakan tidak sesuai fungsinya, dengan kemudahan-kemudahan yang ada. Banyak orang – orang yang kemudian menyalahgunakan teknologi tersebut dengan memberikan/menyebarkan informasi-informasi yang merusak. Seperti gambar, tulisan, video porno atau propaganda yang menyudutkan pihak tertentu. Atau yang lainnya. Dan bukan hanya diinternet saja tetapi di media komunikasi lain seperti televise, radio, Koran dan sebagainya.
Inilah yang terjadi dimasyarakat kita pada saat ini. Penggunaan media komunikasi secara global yang menyebabkan seperti ada pergeseran nilai dimasyarakat, khususnya dalam konteks ilmu pengetahuan dan budaya. Dimana ilmu pengetahuan yang dulu kebanyakan diperoleh secara empiris, yang membutuhkan waktu yang cukup lama sehingga tidak mengurangi kualitas pengetahuan itu sendiri. dan kalau kita melihat realita yang ada sekarang adalah bahwa pengetahuan dapat diperoleh dengan sangat mudah. Dari segi budaya juga mengalami hal yang demikian, orang jawa misalkan mereka sangat menjaga sekali aktifitas dalam berkomunikasi khususnya dengan orang yang derajatnya lebih tinggi, tetapi dengan adanya fasilitas internet maka mereka akan lebih terbuka dengan siapa saja.
Pergeseran nilai dalam konteks ilmu pengetahuan ini yang kemudian muncul dengan apa yang disebut budaya populer dimana didalamnya mengandung nilai yang dianggap bisa didapatkan secara instan.
Fenomena yang telah dijelaskan tadi telah merubah perilaku masyarakat yang yang tadinya hegemoni atau menyatu menjadi masyarakat yang bisa dibilang individual. Sebuah contoh sekarang banyak fasilitas khususnya di kampus yakni cara belajar diluar kelas yaitu dengan cara online dimana mahasiswa dan dosen belajar bersama-sama berada dalam space/ruang yang berbeda. Artinya system belajar yang tadinya dilakukan dalam ruang kelas maka ini bisa dilakukan diluar kelas, dimanapun, kapanpun, selagi masih didukung perangkat-perangkat yang ada. Mahasiswa tidak perlu repot-repot lagi dating ke kampus berangkat dari rumah dan lain sebagainya. Dan ini hanya sebuah contoh kecil yang masih banyak contoh lain. Melihat fenomena ini maka munculah pertanyaan: “apakah ini kemajuan atau kemunduran??” mengingat dengan adanya teknologi seperti ini maka orang akan lebih individualis, tetapi di sisi lain hal ini memberi kemudahan. Itu bila kita lihat dari contoh teknologi informasi.
Media masa baik cetak maupun elektronik sebagai lembaga yang berpengaruh besar saat ini merupakan kekuatan yang besar untuk mengendalikan opini public dimana masyarakat lebih nurut dengan apa yang disampaikan oleh media dibanding yang lainnya. Dan disinilah sebetulnya ruang dimana ilmu pengetahuan dan budaya populer dapat bermain.
Ada data yang menarik untuk kita ketahui bersama, bahwa jumlah penerbit cetak pada tahun 2006 mencapai 899 buah(SPS,2007). Perkiraan sirkulasi pers tahun 2006 untuk surat kabar harian adalah 6.058.486 eksemplar, majalah 5.525.857 eksemplar, surat kabar mingguan adalah 1.081.953 eksemplar, tabloid 4.732.055 eksemplar, bulletin 7.809 eksemplar. jumlah totalnya mencapai 17.406.160. daerah peredaran pers hingga tahun 2006 masih didominasi Jakarta yaitu ( 71%=12.520.778 eksemplar), kemudian luar Jakarta (29 %=4.885.382 eksemplar).
Sementara itu jumlah stasiun TV nasional terdiri dari televise republic Inddonesia ( TVRI ) 23 stasiun didaerah dan dipusat ditambah dengan10 stasiun televise swasta/komersial. Disamping televise yang berskala internasional, tumbuh pula stasiun televise local yang mencapai lebih dari 30 stasiun baik dikelola oleh pihak swasta maupun oleh unsur pemda. Semua televise ini mengcover sekitar 67,2 persen dari total populasi sekitar 219.898.300 penduduk Indonesia. Sedangkan stasiun radio yang beroperasi mencapai 1.013 buah temasuk 57 stasiun RRI daerah dan satu stasiun nasional dengan jangkauan akses penduduk mencapai 214,5 juta jiwa. Selain media cetak dan elektronik, ada juga media baru yaitu internet dan telepon seluler yang presentetasinya sebagai media komunikasi semakin hari semakin meluas.
Dari data diatas sudah jelas bahwa merebaknya media komunikasi sangat berpeluang untuk kemajuan ilmu pengetahuan dalam konteks penyebarannya atau mungkin dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dengan sengaja mengeksploitasi media untuk penyebaran virus yang dapat merusak umat manusia dalam berpola piker, perilaku dan lain sebagainya.
Oleh :
M.irsyam Faiz


Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More